
partisipasi icdhre; Rencana
penambangan emas di hutan lindung pegunungan Tumpang Pitu Desa Sumberagung
kecamatan Pesanggaran Banyuwangi masih menjadi perdebatan yang panjang. Pihak
pro dan kontra Tumpang Pitu tetap saling memberikan alasan mengapa Tumpang Pitu
boleh dan tidak boleh ditambang.
Pihak-pihak pro tambang selalu berlandaskan
kepada peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah) Banyuwangi yang akhirnya meningkatnya
kesejahteraan masyarakat Banyuwangi. Paparannya begini; Banyuwangi miskin-perlu PAD yang besar untuk membangun-SDA tambang
melimpah-tambang butuh biaya besar-undang investor-tambang dibuka-PAD tinggi-kesejahteraan
rakyat naik. Ternyata, ”sesederhana” inilah alur pikiran para pengampu
kebijakan Banyuwangi guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Sementara kalangan yang kontra
menilai bahwa, keputusan membuka kawasan Tumpang Pitu untuk pertambangan emas
adalah keputusan yang terburu-buru kalau tidak dikatakan konyol karena belum
melalui kajian yang ketat terhadap semua aspek. Sebab, dilihat dari segi
SOSEKBUD masyarakat sekitar, pembukaan tambang emas ini justru menumbuhkan
bencana baru. Bisa dibayangkan, masyarakat yang terbiasa menggantungkan hidup
dari pertanian, nelayan serta perekonomian yang tidak ekstraktif (sistim ekonomi
yang menguras, red), tiba-tiba harus bekerja dalam sistim ekonomi ekstraktif
(tambang salah satunya, red). Belum lagi jika menggunakan perhitungan berapa
kerusakan yang harus ditanggung lingkungan ketika tambang habis. Selain
hilangnya plasma nuftah, jika dihubungkan dengan isu dunia soal perdagangan karbon,
maka Indonesia
akan mendapat kerugian besar.
Kemudian dengan menggunakan logika “PAD tinggi kesejahteraan rakyat meningkat”
juga patut ditelaah lebih jauh. Sebab, PAD dibanyak daerah selama ini belum
pernah digunakan benar-benar untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Justru pengeluaran
PAD terbanyak selalu pada anggaran rutin (perjalanan dinas, perawatan,
kesekretariatan, gaji dsb, red) sementara untuk pos pendidikan dan kesehatan
biasanya kecil dan tidak sebanding anggaran rutin (biasanya pengeluaran pos-pos
ini sudah termasuk gaji pegawai akhirnya tetap kecil, red). Demikian juga pos
peningkatan kapasitas perempuan dan perlindungan anak juga kecil bahkan
seringkali tidak dimasukkan. Dengan kenyataan ini, masihkah alasan “PAD tinggi kesejahteraan rakyat meningkat”
bisa digunakan untuk melegalkan penambangan Tumpang Pitu.
Hal-hal inilah yang sedikit banyak
mengemuka saat dengar pendapat antara DPRD Banyuwangi dengan pihak kontra
tambang tanggal 14 Agustus 2008 di ruang aula pertemuan DPRD Banyuwangi. Dengar
pendapat ini dipimpin oleh wakil ketua DPRD Banyuwangi serta ketua komisi D.
Acara ini diikuti oleh lintas komisi (B, C, D) serta KARST, KaRaTT, AMPPEL
serta wakil masyarakat Grajagan dan Pesanggaran. Andi Sungkono dari KARST dalam
pemaparanya mengatakan bahwa pertambangan emas adalah sumber bencana dibanding janji-janji
pendapatan. “Kami pernah melakukan studi banding ke perusahaan tambang emas milik
Newmont baik di Minahasa maupun Lombok .
Ternyata hanya kerusakan yang timbul dari kegiatan tambang emas di kedua tempat
ini. Sementara kenyataannya, pemerintah baik pusat maupun daerah hanya kebagian
5 % pada 5 tahun pertama. Apa ini artinya. Artinya ialah bahwa pertambangan
emas tidak akan memberikan penambahan PAD secara signifikan”, ujar koordinator
KARST ini panjang lebar.
Edhi Sujiman perwakilan KaRaTT
Banyuwangi menambahkan sembari memberikan penjelasan “dengan kenyataan seperti itu,
apakah mungkin peningkatan status eksplorasi jadi eksploitasi PT.IMN masih
layak diteruskan. Sebab, kerugian yang akan diterima oleh masyarakat Banyuwangi
akan besar dibanding pendapatan dari tambang. Selain itu, janji-janji bahwa
pertambangan akan membuka lapangan kerja, tidak terbukti. Pertambangan adalah
kegiatan ekonomi padat modal dan membutuhkan keahlian khusus. Sangat tidak
mungkin masyarakat sekitar Tumpang Pitu menjadi karyawan disana. Pada
tahap-tahap awal mungkin. Tetapi setelah tambang beroperasi penuh, biasanya
investor segera memecat para buruh kasar ini dengan berbagai cara. Sebab
nantinya hanya sedikit pegawai yang dibutuhkan. Dapat dibayangkan orang-orang
yang sudah dicabut dari kebiasaannya ini (petani dan nelayan, red)
diberhentikan dari pekerjaannya. Kemudian mereka pulang ketempat asal tetapi
apa yang mereka dapatkan, sawah serta laut yang sudah rusak dan tercemar. Kalau
hal ini yang terjadi apakah tidak mungkin kerawanan sosial yang akan muncul
nanti”, urainya lebih jauh.
Paparan yang diuarkan Bambang “Ngab”
salah satu anggota KARRT lebih menyoroti persoalan kegiatan PT.IMN dilapangan yang
sudah melewati kewenangan yang diberikan. Dia mengutarakan, dari foto-foto
kegiatan eksplorasi Tumpang Pitu yang menjadi bahan presentasi terungkap bahwa
investor sudah melakukan tindakan melanggar hukum. “Mengapa saya katakan bahwa
sudah terjadi pencurian, semuanya terbukti lewat foto-foto presentasi tadi. Kalau
dilihat, hasil penggalian dimasukkan dalam bak-bak (tray, red) dan katanya akan dijadikan contoh adalah bohong. Sebab
sepengetahuan saya, hasil pertambangan serta bahan siap olah menjadi batangan
emas bentuk akhirnya ya seperti di foto ini. Pemda Banyuwangi dalam pandangan
saya telah ditipu mentah-mentah dan oleh sebab itu ijin eksplorasi yang telah
berjalan ini harap segera dicabut”, urai Bambang panjang lebar.
Menanggapi berbagai paparan ini,
komisi D yang berhubungan langsung dengan anggaran dan juga bertanggung jawab
langsung soal rekomendasi dapat memahami kondisi tersebut. Melalui anggotanya,
Yulis, komisi D memaparkan hal ikhwal rekomendasi PT.IMN yang menurutnya tidak
pernah dibuat. “Rekomendasi untuk PT.IMN belum pernah dibuat dan komisi D
sampai saat ini belum pernah mengeluarkan keputusan memperbolehkan melakukan
kegiatan eksplorasi Tumpang Pitu. Selain itu, PT.IMN belum melengkapi
surat-surat yang diperlukan guna mendapatkan ijin pertambangan”, tutur Yulis
panjang lebar. “Jadi, bila saat ini masyarakat mendesak kegiatan eksplorasi dan
peningkatan status menjadi eksploitasi PT.IMN dicabut, saya mendukung. Sebab,
pemberian ijin eksplorasi maupun usulan peningkatan menjadi eksploitasi sekali
lagi belum pernah dibuat. Kemudian bila ijin serta rekomendasi mau dicabut,
komisi D setuju”, ucap Yulis kemudian.
Senada dengan wakil komisi D,
Nashiroh wakil komisi C mengatakan bahwa kegiatan eksplorasi bisa dikeluarkan
ijin setelah kurang lebih 4-5 bulan berjalan dan peningkatan status menjadi
eksploitasi dikeluarkan setelah 2-5 tahun kegiatan berjalan. Tetapi untuk kasus
Tumpang Pitu ini dikatakan Nashiroh tidak melalui tahap ini. “Ijin eksplorasi
sepengetahuan saya dibuat setelah ada stadium
general antara Pemda, investor dan DPRD. Padahal sampai saat ini belum ada
rencana tindak lanjut hasil-hasil kegiatan diatas. Sementara, dari berbagai
analisa bahwa Tumpang Pitu sebenarnya tidak visible
untuk ditambang dan oleh sebab itu kegiatan-kegiatan lapangan belum bisa
diteruskan. Menanggapi paparan dari masyarakat ini, komisi C juga setuju bahwa
ijin eksplorasi maupun rekomendasi peningkatan status menjadi eksploitasi
Tumpang Pitu dicabut”, ucap Nashiroh kemudian.
Anggota komisi B dan berasal dari
kecamatan Muncar, Choirullah mengatakan bahwa komisi B menolak tambang emas
Tumpang Pitu dan meminta untuk segera mencabut ijin maupun rekomendasi
eksploitasi. “Sebab saya datang dari Muncar dan terpilih lewat daerah tersebut.
Makanya, saya dapat membayangkan apa akibat yang akan diterima nelayan Muncar
bila tambang dibuka. Bahkan, bukan nelayan Muncar saja yang menderita justru
nelayan Pancerlah yang lebih parah. Sebab, Pancer langsung berhadapan dengan
Tumpang Pitu dan kabarnya jadi tempat membuang limbah beracun. Dengan akibat
buruk pada rakyat yang lebih banyak, saya secara pribadi maupun mewakili komisi
B menolak tambang serta menyetujui pencabutan ijin dan rekomendasi eksploitasi
Tumpang Pitu”, tegas Choirullah. Menyikapi perkembangan rapat yang sudah
mendapat kata sepakat dari lintas komisi, Yulis mengusulkan agar hasil
pertemuan ini segera dibahas pada rapat internal yang akan diadakan tanggal 15
Agustus 2008 siang setelah rapat pleno.
Andi Sungkono wakil dari masyarakat
menerima usulan tersebut dan berharap secepatnya ada keputusan yang dibuat soal
pencabutan ijin dan rekomendasi ini. “Pada intinya kami menerima dan setuju
dengan usulan dari DPRD. Tetapi kami juga meminta jaminan bahwa, bila belum ada
keputusan soal ini maka, kami akan tetap melakukan pendesakan dengan perwakilan
yang lebih besar. Kami akan terus bergerak untuk mencabut ijin pertambangan.
Sebab hal ini menyangkut nasib sekian ribu rakyat Banyuwangi yang nyata-nyata
telah ditipu oleh investor lewat tambang emas Tumpang Pitu”, tukasnya kemudian.
Tanggal 14 Agustus 2008 adalah
pembuktian bahwa kekuatan rakyat yang terorganisir dan terpimpin bisa
menimbulkan perbedaan. Hal ini disadari oleh masyarakat kontra tambang yang
tanpa sengaja bisa terhimpun dan bertemu sebab merasa senasib. Inilah beberapa
poin-poin yang sempat tercatat dalam rehat yang dilakukan setelah dengar
pendapat tersebut. Selain itu juga disepakati rencana tindak lanjut dan
pembagian tugas soal kegiatan apa saja yang akan dilakukan dalam
mensosialisasikan hasil-hasil pertemuan kali ini Tetapi pertemuan ini dipotong
dengan adanya peristiwa perusakan kaca mobil tim KARST dan KaRaTT dimana wakil
KaRaTT Edhi Sujiman kehilangan laptop serta LCD.
“Perjuangan
memang membutuhkan korban dan bila kali ini korbannya adalah saya, saya
merelakan. Tetapi hikmah yang bisa diambil dari kejadian ini adalah, ternyata
kebenaran itu memiliki kekuatan yang dahsyat. Kenapa saya mengatakan ini,
buktinya sudah jelas. Lewat paparan serta bukti-bukti kuat yang tak terbantah
dalam dengar pendapat tadi, pihak-pihak yang merasa telah melakukan kebohongan
publik gerah. Akhirnya melakukan tindakan yang tergolong teror ini untuk
melemahkan perjuangan rakyat ini. Sekali lagi, biarlah barang saya hilang,
meski kerja-kerja perorganisasian rakyat selama 5 tahun ikut hilang dan ini
yang sangat saya sesalkan. Menjadi makin prihatin bahwa demokrasi dicederai
dengan tindakan-tindakan yang biadab seperti ini. Untuk selanjutnya kedepan,
saya berharap tidak akan ada lagi tindakan menghambat penyampian informasi yang
benar. Rakyat harus makin pintar dan kritis serta makin bisa menyampaikan
suaranya tanpa ada embel-embel ketakutan”, tutur Edhi panjang lebar menanggapi
kejadian yang menimpa dirinya. Memang, kebenaran tidak dapat ditutup-tutupi
meski dengan memakai alat serta tindakan kekerasan. Kebenaran tetaplah
kebenaran, ia menjadi seperangkat nilai dimana kita sebagai manusia akan
ditimbang dan dihargai, semoga (by)







