Kebersamaan, Kepercayaan, Keyakinan & Keberanian Menjadi Kekuatan Utama Mendorong Perubahan
GERAKAN TOLAK TAMBANG DI GUNUNG TUMPANG PITU (G7)
HENTIKAN PENAMBANGAN DI G7 DENGAN MENOLAK TAMBANG EMAS SAAT INI, KEMBALIKAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT UNTUK MERAIH KESEJAHTERAAN MEREKA MELALUI PRIORITAS PERTANIAN, PERKEBUNAN, KEHUTANAN, PERIKANAN, KELAUTAN DLL, YAKINKAN KEPADA MEREKA BAHWA NEGARA HARUS MENJAMIN KETERSEDIAAN AIR BERKUALITAS DAN IRIGASI PERTANIAN YANG EFEKTIF & FUNGSIONAL; MELALUI FASILITAS PEMBANGUNAN. MINA-POLITAN, MINA-WISATA, AGROBISNIS, AGRO-WISATA, AGROFORESTRY DLL MASIH TETAP BISA MENJADI JALAN UNTUK MERAIH KESEJAHTERAAN BANYUWANGI.

Selasa, 10 April 2012

DEMOKRASI DIHANCURKAN DI BANYUWANGI


partisipasi icdhre; Rencana penambangan emas di hutan lindung pegunungan Tumpang Pitu Desa Sumberagung kecamatan Pesanggaran Banyuwangi masih menjadi perdebatan yang panjang. Pihak pro dan kontra Tumpang Pitu tetap saling memberikan alasan mengapa Tumpang Pitu boleh dan tidak boleh ditambang.
Pihak-pihak pro tambang selalu berlandaskan kepada peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah) Banyuwangi yang akhirnya meningkatnya kesejahteraan masyarakat Banyuwangi. Paparannya begini; Banyuwangi miskin-perlu PAD yang besar untuk membangun-SDA tambang melimpah-tambang butuh biaya besar-undang investor-tambang dibuka-PAD tinggi-kesejahteraan rakyat naik. Ternyata, ”sesederhana” inilah alur pikiran para pengampu kebijakan Banyuwangi guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.
            Sementara kalangan yang kontra menilai bahwa, keputusan membuka kawasan Tumpang Pitu untuk pertambangan emas adalah keputusan yang terburu-buru kalau tidak dikatakan konyol karena belum melalui kajian yang ketat terhadap semua aspek. Sebab, dilihat dari segi SOSEKBUD masyarakat sekitar, pembukaan tambang emas ini justru menumbuhkan bencana baru. Bisa dibayangkan, masyarakat yang terbiasa menggantungkan hidup dari pertanian, nelayan serta perekonomian yang tidak ekstraktif (sistim ekonomi yang menguras, red), tiba-tiba harus bekerja dalam sistim ekonomi ekstraktif (tambang salah satunya, red). Belum lagi jika menggunakan perhitungan berapa kerusakan yang harus ditanggung lingkungan ketika tambang habis. Selain hilangnya plasma nuftah, jika dihubungkan dengan isu dunia soal perdagangan karbon, maka Indonesia akan mendapat kerugian besar.
            Kemudian dengan menggunakan logika “PAD tinggi kesejahteraan rakyat meningkat” juga patut ditelaah lebih jauh. Sebab, PAD dibanyak daerah selama ini belum pernah digunakan benar-benar untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Justru pengeluaran PAD terbanyak selalu pada anggaran rutin (perjalanan dinas, perawatan, kesekretariatan, gaji dsb, red) sementara untuk pos pendidikan dan kesehatan biasanya kecil dan tidak sebanding anggaran rutin (biasanya pengeluaran pos-pos ini sudah termasuk gaji pegawai akhirnya tetap kecil, red). Demikian juga pos peningkatan kapasitas perempuan dan perlindungan anak juga kecil bahkan seringkali tidak dimasukkan. Dengan kenyataan ini, masihkah alasan “PAD tinggi kesejahteraan rakyat meningkat” bisa digunakan untuk melegalkan penambangan Tumpang Pitu.
            Hal-hal inilah yang sedikit banyak mengemuka saat dengar pendapat antara DPRD Banyuwangi dengan pihak kontra tambang tanggal 14 Agustus 2008 di ruang aula pertemuan DPRD Banyuwangi. Dengar pendapat ini dipimpin oleh wakil ketua DPRD Banyuwangi serta ketua komisi D. Acara ini diikuti oleh lintas komisi (B, C, D) serta KARST, KaRaTT, AMPPEL serta wakil masyarakat Grajagan dan Pesanggaran. Andi Sungkono dari KARST dalam pemaparanya mengatakan bahwa pertambangan emas adalah sumber bencana dibanding janji-janji pendapatan. “Kami pernah melakukan studi banding ke perusahaan tambang emas milik Newmont baik di Minahasa maupun Lombok. Ternyata hanya kerusakan yang timbul dari kegiatan tambang emas di kedua tempat ini. Sementara kenyataannya, pemerintah baik pusat maupun daerah hanya kebagian 5 % pada 5 tahun pertama. Apa ini artinya. Artinya ialah bahwa pertambangan emas tidak akan memberikan penambahan PAD secara signifikan”, ujar koordinator KARST ini panjang lebar.
            Edhi Sujiman perwakilan KaRaTT Banyuwangi menambahkan sembari memberikan penjelasan “dengan kenyataan seperti itu, apakah mungkin peningkatan status eksplorasi jadi eksploitasi PT.IMN masih layak diteruskan. Sebab, kerugian yang akan diterima oleh masyarakat Banyuwangi akan besar dibanding pendapatan dari tambang. Selain itu, janji-janji bahwa pertambangan akan membuka lapangan kerja, tidak terbukti. Pertambangan adalah kegiatan ekonomi padat modal dan membutuhkan keahlian khusus. Sangat tidak mungkin masyarakat sekitar Tumpang Pitu menjadi karyawan disana. Pada tahap-tahap awal mungkin. Tetapi setelah tambang beroperasi penuh, biasanya investor segera memecat para buruh kasar ini dengan berbagai cara. Sebab nantinya hanya sedikit pegawai yang dibutuhkan. Dapat dibayangkan orang-orang yang sudah dicabut dari kebiasaannya ini (petani dan nelayan, red) diberhentikan dari pekerjaannya. Kemudian mereka pulang ketempat asal tetapi apa yang mereka dapatkan, sawah serta laut yang sudah rusak dan tercemar. Kalau hal ini yang terjadi apakah tidak mungkin kerawanan sosial yang akan muncul nanti”, urainya lebih jauh. 
            Paparan yang diuarkan Bambang “Ngab” salah satu anggota KARRT lebih menyoroti persoalan kegiatan PT.IMN dilapangan yang sudah melewati kewenangan yang diberikan. Dia mengutarakan, dari foto-foto kegiatan eksplorasi Tumpang Pitu yang menjadi bahan presentasi terungkap bahwa investor sudah melakukan tindakan melanggar hukum. “Mengapa saya katakan bahwa sudah terjadi pencurian, semuanya terbukti lewat foto-foto presentasi tadi. Kalau dilihat, hasil penggalian dimasukkan dalam bak-bak (tray, red) dan katanya akan dijadikan contoh adalah bohong. Sebab sepengetahuan saya, hasil pertambangan serta bahan siap olah menjadi batangan emas bentuk akhirnya ya seperti di foto ini. Pemda Banyuwangi dalam pandangan saya telah ditipu mentah-mentah dan oleh sebab itu ijin eksplorasi yang telah berjalan ini harap segera dicabut”, urai Bambang panjang lebar.
            Menanggapi berbagai paparan ini, komisi D yang berhubungan langsung dengan anggaran dan juga bertanggung jawab langsung soal rekomendasi dapat memahami kondisi tersebut. Melalui anggotanya, Yulis, komisi D memaparkan hal ikhwal rekomendasi PT.IMN yang menurutnya tidak pernah dibuat. “Rekomendasi untuk PT.IMN belum pernah dibuat dan komisi D sampai saat ini belum pernah mengeluarkan keputusan memperbolehkan melakukan kegiatan eksplorasi Tumpang Pitu. Selain itu, PT.IMN belum melengkapi surat-surat yang diperlukan guna mendapatkan ijin pertambangan”, tutur Yulis panjang lebar. “Jadi, bila saat ini masyarakat mendesak kegiatan eksplorasi dan peningkatan status menjadi eksploitasi PT.IMN dicabut, saya mendukung. Sebab, pemberian ijin eksplorasi maupun usulan peningkatan menjadi eksploitasi sekali lagi belum pernah dibuat. Kemudian bila ijin serta rekomendasi mau dicabut, komisi D setuju”, ucap Yulis kemudian.
            Senada dengan wakil komisi D, Nashiroh wakil komisi C mengatakan bahwa kegiatan eksplorasi bisa dikeluarkan ijin setelah kurang lebih 4-5 bulan berjalan dan peningkatan status menjadi eksploitasi dikeluarkan setelah 2-5 tahun kegiatan berjalan. Tetapi untuk kasus Tumpang Pitu ini dikatakan Nashiroh tidak melalui tahap ini. “Ijin eksplorasi sepengetahuan saya dibuat setelah ada stadium general antara Pemda, investor dan DPRD. Padahal sampai saat ini belum ada rencana tindak lanjut hasil-hasil kegiatan diatas. Sementara, dari berbagai analisa bahwa Tumpang Pitu sebenarnya tidak visible untuk ditambang dan oleh sebab itu kegiatan-kegiatan lapangan belum bisa diteruskan. Menanggapi paparan dari masyarakat ini, komisi C juga setuju bahwa ijin eksplorasi maupun rekomendasi peningkatan status menjadi eksploitasi Tumpang Pitu dicabut”, ucap Nashiroh kemudian.
            Anggota komisi B dan berasal dari kecamatan Muncar, Choirullah mengatakan bahwa komisi B menolak tambang emas Tumpang Pitu dan meminta untuk segera mencabut ijin maupun rekomendasi eksploitasi. “Sebab saya datang dari Muncar dan terpilih lewat daerah tersebut. Makanya, saya dapat membayangkan apa akibat yang akan diterima nelayan Muncar bila tambang dibuka. Bahkan, bukan nelayan Muncar saja yang menderita justru nelayan Pancerlah yang lebih parah. Sebab, Pancer langsung berhadapan dengan Tumpang Pitu dan kabarnya jadi tempat membuang limbah beracun. Dengan akibat buruk pada rakyat yang lebih banyak, saya secara pribadi maupun mewakili komisi B menolak tambang serta menyetujui pencabutan ijin dan rekomendasi eksploitasi Tumpang Pitu”, tegas Choirullah. Menyikapi perkembangan rapat yang sudah mendapat kata sepakat dari lintas komisi, Yulis mengusulkan agar hasil pertemuan ini segera dibahas pada rapat internal yang akan diadakan tanggal 15 Agustus 2008 siang setelah rapat pleno.
            Andi Sungkono wakil dari masyarakat menerima usulan tersebut dan berharap secepatnya ada keputusan yang dibuat soal pencabutan ijin dan rekomendasi ini. “Pada intinya kami menerima dan setuju dengan usulan dari DPRD. Tetapi kami juga meminta jaminan bahwa, bila belum ada keputusan soal ini maka, kami akan tetap melakukan pendesakan dengan perwakilan yang lebih besar. Kami akan terus bergerak untuk mencabut ijin pertambangan. Sebab hal ini menyangkut nasib sekian ribu rakyat Banyuwangi yang nyata-nyata telah ditipu oleh investor lewat tambang emas Tumpang Pitu”, tukasnya kemudian.
            Tanggal 14 Agustus 2008 adalah pembuktian bahwa kekuatan rakyat yang terorganisir dan terpimpin bisa menimbulkan perbedaan. Hal ini disadari oleh masyarakat kontra tambang yang tanpa sengaja bisa terhimpun dan bertemu sebab merasa senasib. Inilah beberapa poin-poin yang sempat tercatat dalam rehat yang dilakukan setelah dengar pendapat tersebut. Selain itu juga disepakati rencana tindak lanjut dan pembagian tugas soal kegiatan apa saja yang akan dilakukan dalam mensosialisasikan hasil-hasil pertemuan kali ini Tetapi pertemuan ini dipotong dengan adanya peristiwa perusakan kaca mobil tim KARST dan KaRaTT dimana wakil KaRaTT Edhi Sujiman kehilangan laptop serta LCD.
            “Perjuangan memang membutuhkan korban dan bila kali ini korbannya adalah saya, saya merelakan. Tetapi hikmah yang bisa diambil dari kejadian ini adalah, ternyata kebenaran itu memiliki kekuatan yang dahsyat. Kenapa saya mengatakan ini, buktinya sudah jelas. Lewat paparan serta bukti-bukti kuat yang tak terbantah dalam dengar pendapat tadi, pihak-pihak yang merasa telah melakukan kebohongan publik gerah. Akhirnya melakukan tindakan yang tergolong teror ini untuk melemahkan perjuangan rakyat ini. Sekali lagi, biarlah barang saya hilang, meski kerja-kerja perorganisasian rakyat selama 5 tahun ikut hilang dan ini yang sangat saya sesalkan. Menjadi makin prihatin bahwa demokrasi dicederai dengan tindakan-tindakan yang biadab seperti ini. Untuk selanjutnya kedepan, saya berharap tidak akan ada lagi tindakan menghambat penyampian informasi yang benar. Rakyat harus makin pintar dan kritis serta makin bisa menyampaikan suaranya tanpa ada embel-embel ketakutan”, tutur Edhi panjang lebar menanggapi kejadian yang menimpa dirinya. Memang, kebenaran tidak dapat ditutup-tutupi meski dengan memakai alat serta tindakan kekerasan. Kebenaran tetaplah kebenaran, ia menjadi seperangkat nilai dimana kita sebagai manusia akan ditimbang dan dihargai, semoga (by)
ans!!