
partisipasi icdhre; Senin,
09 September 2008 bertempat di perkebunan Sungai Lembu desa Sumberagung
kecamatan Pesanggaran berlangsung acara “Paparan
Feasibility Studi dan Amdal Pertambangan Emas di Desa Sumberagung kecamatan
Pesanggaran oleh Dinas Energi Sumber Daya Mineral propinsi Jawa Timur dan
Bappedal propinsi Jawa Timur”.
Kegiatan ini merupakan langkah sosialisasi
yang baru dilaksanakan setelah Pemda Banyuwangi mendapat resistensi kencang
dari masyarakat terkait pertambangan Tumpang Pitu. Tetapi, banyak kejanggalan
berkenaan pelaksanaan acara ini. Mulai dari kesimpangsiuran tempat sosialisasi,
tidak adanya pemberitahuan terbuka kepada masyarakat, pemilihan peserta
sosialisasi (lebih memilih yang pro tambang sedang pihak kontra tidak diundang),
penjagaan ketat tempat acara yang terkesan dibuat-buat oleh aparat keamanan
(polisi, tentara, Satpol PP dan keamanan PTPN Sungai Lembu) serta tidak
mengundang pers.
Dari
semua hal diatas ada beberapa poin-poin penting yang bisa dijadikan pemikiran.
Pertama, mengapa sosialisasi dampak tambang harus dilakukan ditengah kebun yang
jauh dari penduduk. Kedua, sudahkah pemda Banyuwangi memiliki konsep yang jelas
mengenai kegiatan tambang ini kedepan. Mengapa sampai timbul kesimpulan seperti
ini. Karena, dengan perlakuan yang berlebih tersebut, kesan ketakutan
pemerintah serta investor makin kuat. Ketakutan bahwa rencana pertambangan ini
tidak melalui prosedur yang sebenarnya kian jelas. Tengara ini dikatakan oleh
Sukarno ketua LSM SADAP Pesanggaran yang mengaku harus merayu pihak kecamatan
untuk bisa ikut masuk pertemuan. “Benar, saya harus merayu-rayu pihak kecamatan
untuk bisa masuk. Dan baru jam sebelas siang ini saya mendapat undangan ini.
Itupun setelah dengan alasan saya akan membela tambang. Kemudian yang menjadi
keheranan saya, mengapa harus ditempat terpencil. Bukankah nantinya, tambang
ini akan berdampak pada masyarakat khususnya yang ada di Pesanggaran. Nah,
kalau sosialisasinya saja sudah slinthutan
seperti ini bagaimana nanti kalau tambang benar-benar diloloskan. Apa tidak
makin menyengsarakan rakyat dan janji kesejahteraan itu tidak akan pernah
terjadi”, tukasnya lebih jauh.
“Oleh sebab itu, sikap LSM SADAP
jelas menolak tambang Tambang Pitu dengan alasan apapun. Sebab dari langkah
awal ini saja sudah tidak mau terbuka apalagi nanti”, imbuh Sukarno. Saat
ditanya apa yang akan dilakukan untuk menolak rencana tambang ini kedepan,
Sukarno mengatakan akan menguatkan organisasi yang dia pimpin termasuk
masyarakat sekitar. “Tidak ada jalan lain yaitu menguatkan organisasi rakyat
sebagai bagian dari perjuangan. Sebab, nantinya masyarakat pulalah yang akan
menerima akibat yang lebih jauh. Karena saya bagian dari masyarakat, maka saya
harus bertindak menyelamatkan wilayah saya”, tegasnya sembari bersiap-siap
mengikuti sosialisasi. Senada dengan Sukarno, Budi salah satu tokoh muda
Pesanggaran juga mengatakan akan menolak tambang dengan resiko apapun. “Saya
menolak tambang dengan resiko apapun. Bukan karena saya tidak kebagian uang
dari IMN kemudian saya menolak. Kalau dipikir-pikir, tambang jadi dibuka
sayapun ikut untung sebab saya punya truk pengangkut. Tapi hal itu sudah saya
tepis jauh-jauh. Kesejahteraan anak cucu kedepanlah yang menjadi taruhannya.
Kalau sawah, hutan serta laut sudah rusak, anak cucu nanti makan apa. Karena
itu sikap saya tegas menolak tambang emas Tumpang Pitu”, tutur Budi menutup
perbincangan dengan PARTISIPASI.
Pelaksanaan acara yang mundur dari
jadwal membuat banyak pihak kesal. Tidak terkecuali pihak keamanan. Saat
ditanya mengenai acara ini, salah satu petugas keamanan hanya menjawab pendek
“sebenarnya kami tidak tahu menahu soal ini. Pokoknya ada perintah menjaga, ya
kami melakukan pengamanan. Soal yang lain-lain saya tidak tahu. Tetapi sebenarnya
saya juga heran, lha wong acara
sosialisasi kok tertutup. Sepengetahuan saya sosialisasi harus terbuka dan
mengundang banyak wartawan. Sementara, disini sampean sebagai wartawan tidak
boleh masuk jadinya aneh kan ?”,
ujarnya sambil berlalu melanjutkan tugas. Sekitar jam 16.30 acara berhenti
untuk rehat sambil memberi kesempatan peserta sholat. Tetapi banyak peserta
yang meninggalkan pertemuan dan pulang sebab beralasan sosialisasi ini sia-sia
karena dampak tambang sudah jelas.
Salah satu peserta yang tidak mampu
menahan marah adalah Purwanto. Pada waktu istirahat tersebut, Purwanto yang
juga sebagai kamituwo (kepala dusun) Silirbaru Desa Sumberagung mengatakan “tidak
perlu bicara dampak-dampak, tolak saja tambang karena akan menyengsarakan
rakyat. Saya marah sekali karena selama ini saya tidak pernah diajak bicara.
Sebagai pamong rakyat dan wilayah yang akan ketempatan tambang, selama ini saya
tidak pernah diajak bicara baik oleh kecamatan maupun Pemda. Harap sampean
ketahui ada kurang lebih 40 orang warga saya yang kerja ditambang. Terus terang
sejak awal saya sudah menolak tambang ini. Sebab, wilayah Tumpang Pitu terbesar
ada didusun saya. Kalau kemudian Tumpang Pitu ditambang, yang rusak bukan hanya
Sumberagung dan Pesanggaran tetapi semuanya”, ujarnya berapi-api. Kemudian ia
pun menambahkan “tanpa perlu tambang, Sumberagung sudah makmur. Dan kemakmuran
ini bisa dinikmati seterusnya serta melibatkan banyak orang. Tambang memang
bisa makmur diawal tetapi kerusakan yang harus ditanggung jauh lebih banyak dan
lebih lama nantinya. Seharusnya pemerintah kabupaten lebih memikirkan
pertanian, sebab yang terlibat di usaha pertanian sekian banyak orang. Jadi
tidak usah tambang, Sumberagung sudah kaya raya tanpa tambang. Untuk masyarakat
saya setelah ini melalui pengajian, yasinan dan kegiatan lain-lain, saya akan
terus memberikan penerangan soal dampak buruk tambang”, tegas Purwanto sambil
bergegas pulang.
Salah satu peserta yang juga keluar
adalah Kepala Desa Pesanggaran, Sasongko. Menurutnya acara seperti ini sia-sia
sebab yang diundang hanya sebagian orang dan tidak mewakili seluruh rakyat
Pesanggaran. “Tambang lebih banyak sengsaranya daripada senangnya. Setelah
mengikuti acara ini saya tambah yakin bahwa tambang harus ditolak. Desa Pesanggaran
adalah salah satu wilayah yang masuk dalam konsesi. Saya tidak bisa
membayangkan kalau nanti kami harus bedhol
desa seperti dalam film Buyat. Sanggar adalah tanah kelahiran saya dan oleh
karena saya bertekat untuk menyadarkan rakyat saya akan bahaya kerusakan
tambang emas. Sama seperti kamituwo Silirbaru tadi, Pesanggaran sudah kaya
walau tanpa tambang. Hasil pertanian kami sudah lebih dari cukup untuk dibuat
makan kenapa pula harus tambang. Akan saya kabarkan kepada rakyat saya hasil
pertemuan ini, biar semuanya jelas dan tidak gelap-gelapan seperti ini”, ujar
Sasongko sambil pamit pulang.
Mengomentari acara sosialisasi AMDAL
PT.IMN, mas Giri salah satu pemerhati AMDAL dari Jember dan pernah mengikuti
pelatihan khusus soal AMDAL mengatakan bahwa AMDAL yang diajukan IMN banyak
kesalahan. “Dalam pemaparan ANDAL yang diajukan oleh IMN saja sudah terjadi
sekian banyak kejanggalan. Kita mulai dari ijin eksploitasi yang meningkat
sampai 30 tahun. Kasus Newmont di Buyat adalah contoh baik soal kecurangan
invenstor. Dalam laporannya, Newmont Minahasa Raya mengajukan waktu 30 tahun
untuk ditambang. Tetapi kenyataannya hanya 18 tahun kandungan emas di Buyat
habis dan yang tertinggal saat ini hanya sampah serta alam yang hancur.
Kemudian soal tenaga kerja. Disebutkan IMN hanya menerima 120 orang dimana 10
orang pimpinan, sisanya pekerja. Padahal pertambangan adalah wilayah yang
membutuhkan keahlian khusus seperti geologi, pertambangan, kimia dan lain-lain.
Dengan kualifikasi ini, apakah mungkin masyarakat sekitar mampu memenuhi”, urai
mas Giri yang juga alumnus UNEJ ini.
“Lalu soal pengambilan contoh
persetujuan rakyat sekitar tambang, Mengapa hanya 70 orang saja yang dijadikan sample dibanding 16.000 lebih rakyat
Pesanggaran. Apakah contoh ini bisa mewakili suara rakyat Pesanggaran. Terus,
mengapa yang jadi indikator adalah tingkat pendidikan bukan pekerjaan dan
ekonomi. Padahal pertambangan adalah jenis usaha subtitusi yang artinya, suatu usaha
yang bila dibuka akan menghilangkan sekian jenis pekerjaan lain”, ujarnya
panjang lebar. Kemudian mas Giri menambahkan “dari paparan ini jelas, bahwa IMN
telah melakukan kebohongan publik mulai dari awal. Perhitungan dampak akibat
tambang tidak diikutkan hanya menyebutkan keuntungan. Kemudian ada yang
menarik, bila diteliti dengan cermat ternyata ANDAL yang dipakai IMN adalah
milik pertambangan batu bara Kelian di Kalimantan .
Padahal ANDAL emas dengan batu bara sangat berbeda, baik penanganan awal maupun
pelaksanaan akhir kegiatan pertambangan”, demikian papar mas Giri panjang lebar.
Kejelasan
dan keterbukaan adalah kunci bagi kemajuan dalam bidang apapun. Tambang Tumpang
Pitu dikesankan membawa kemajuan tetapi ternyata kehancuran. Kata pepatah,
rakyat Banyuwangi ini ibarat memiliki ayam bertelur emas. Selama ini sang ayam
selalu menelurkan emas yang membawa kemakmuran Banyuwangi (laut, sawah, gunung
dan hutan). Tetapi keserakahan sekian orang yang ingin mendapat induk ayam
sekaligus membunuhnya. Bila kekayaan alam yang menjadi andalan Banyuwangi telah
habis digali, modal apalagi yang bisa digunakan membangun daerah ini untuk
maju. Pemikiran yang jernih dan lepas dari kepentingan sesaat sangat diperlukan
guna membangun kehidupan bersama yang lebih baik, semoga (by).







